Sunday, October 25, 2015

KITA PASANGAN DENGAN KETERBATASAN


Aku tidak pernah mengetahui bahwa selama ini ada seseorang yang memerhatikanku dalam diamnya. Bukan karena aku tidak peka, namun keberadaanmu jauh dalam jangkauanku, tapi kamu selalu bisa menjangkauku. Kamu misterius, termasuk perhatianmu yang diam-diam. Aku tidak pernah menyangka sebelumnya, karena memang tidak pernah ada gerakan berarti yang kamu tunjukkan di depanku. Apakah sikapmu selalu seperti itu? Sejak kapan? Aku penasaran.

Ketika aku mengeluh bahwa aku sedang tidak fit, kamu meminta orang lain untuk memijit. Ketika aku tahu kamu belum makan, aku meminta orang lain untuk mengantarkan makanan untukmu. Ketika kamu tahu bahwa fisikku tak sekuat orang lain, kamu membuntutiku untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja. Ketika aku tahu bahwa mood kamu sedang tidak baik, aku meminta orang lain untuk tidak mengganggumu, karena aku tahu bahwa kamu sedang butuh sendiri.

Perhatianmu tidak salah, kamu hanya bingung harus melakukan apa untuk menunjukkannya kepadaku karena kita memang pasangan dengan keterbatasan. Keterbatasan itulah yang menjadi sekat. Namun, sekat itulah yang harus menjadikan kita pasangan yang kuat.

Meski demikian, jauh dalam lubuh hatiku, aku lemah. Ingin sekali aku mengeluhkan banyak hal. Aku ingin bertukar pikiran dengan saling menatap, ya berkomunikasi bukan hanya dari hati, namun tatapan. Aku ingin memegang erat pinggangmu ketika kita sedang mengendarai motor, aku takut jatuh karena aku selalu mengantuk dalam perjalanan jarak jauh. Aku ingin menyandarkan kepala di bahumu agar kamu tahu bahwa aku lelah. Aku ingin selalu melihat senyummu dan membalasnya dengan senyumku, lalu kita saling bertatap dengan senyuman. Aku ingin memelukmu ketika kamu sedang tidak baik-baik saja. Aku ingin memegang tanganmu ketika kamu panik. Dan aku ingin kamu selalu ada di sampingku.

Namun, apalah daya kita, untuk sekedar menyentuh tanganmu saja aku tak mampu. Aku takut bila aku memegangnya, aku takkan pernah melepaskannya. Kita adalah pasangan dengan keterbatasan. Kita tidak bisa begitu saja melakukan apa yang kita mau karena belum ada akad yang menyatukan kita. Kita hanya bisa bersabar dan bersabar. Jangan lemah, jangan kalah, dan jangan menyerah. Perang dengan keterbatasan belum usai.

Wednesday, October 14, 2015

LELAKI YANG TERLAMBAT




Semua berawal dari sebuah perkemahan satu malam di tepi pantai. Sifatmu yang memang mudah akrab dengan orang lain, membuatku merasa lebih nyaman. Kita menikmati sunrise yang sama, di tempat yang sama, dengan angin yang selalu saja membelai wajah. Pagi itu, aku sadar bahwa kamu tidak merasa risih dengan sikap kekanak-kanakanku dan teman-temanku. Tapi, aku masih biasa saja. Tidak ada perasaan lebih. Hanya lebih peka saja dengan lingkungan dan keadaan. Aku memang begitu.

Selepas acara perkemahan itu, secara intensif ada yang secara terbuka memberikan perhatiannya. Aku paham betul gerak-gerikmu, kamu sedang mencoba menarik perhatianku. Perasaanku masih biasa saja, tidak lebih dari sekedar menganggapmu sebagai teman.

Beberapa minggu kemudian, aku sadar perhatianku mulai teralih padamu. Akhirnya kusampaikan pada temanku tentang kamu. Aku memberanikan diri untuk membagi ceritaku padanya. Ia antusias, karena senang aku sudah bisa membuka hati untuk orang lain. Meski pada kenyataannya, aku belum sepenuhnya siap. Bukan berarti yang dulu masih ada, bukan, aku hanya belum siap menerima sakit. Bukankah jatuh cinta adalah patah hati yang tertunda?

Ketika acara wisudaku, kamu tidak bisa hadir karena memang sedang bentrok dengan pekerjaanmu. Pekerjaanmu memang menuntut kamu untuk selalu fit dan siap untuk pergi ke pulau-pulau di Indonesia. Mengasyikan sekali, begitu selalu komentarku ketika kamu sepulang dari kepergianmu. Kamu tidak menitipkan bunga, atau apapun, aku memang tidak terlalu mengharapkannya. Terlalu berharap adalah bibit dari rasa kecewa.

Akhirnya, aku kembali ke kampung halaman, aku memutuskan untuk mengajar di sekolah tempatku dulu bersekolah. Aku meninggalkan Jogja dan segala kenangan yang telah kuukir di sana. Hari-hari di sekolah terasa berat, namun kamu selalu menyemangatiku, membuatku merasakan lebih baik. Kamu mulai menghantui sudut pikiranku, membuatku untuk mempertimbangkanmu sebagai masa depanku, meski ada keraguan di sana.

Suatu hari, aku mendengar kabar dari seorang temanku, bahwa kamu sedang dekat seseorang, jauh sebelum kamu mengenalku. Bahkan kalian sudah sepakat untuk ke jenjang yang lebih serius. Aku terdiam. Aku sebisa mungkin mencoba berpikir jernih, mengendalikan perasaan yang mulai berkecamuk tak menentu. APA YANG KAMU LAKUKAN PADAKU? Kenapa kamu datang seolah dengan tangan kosong namun ternyata ada tangan lain yang sedang kau genggam di belakangku? Apakah aku pantas marah?

Setelah kabar itu, aku menghapus perasaanku padamu yang baru sebesar embrio. Lebih baik menggugurkannya sekarang daripada harus menikmati sakit lebih dalam. Baiklah, aku terkena Pemberi Harapan Palsu. Maaf, sejak mendengar kabar itu, aku tak sedikit pun ingin respek kepadamu. Aku tak perlu konfirmasi untuk penjelasan, karena penjelasan temanku sudah cukup karena ia hanya menyampaikan apa yang kamu sampaikan padanya.

Beberapa bulan kemudian, sebelah hatiku sudah terisi dengan sepotong hati yang baru. Ia yang selalu mewarnai hari-hariku meski kadang menjengkelkan. Namun, bukankah hidup selalu seperti itu? Selalu ada hitam dalam warna putih? Aku dan lelaki itu sudah merencanakan sedemikian rupa masa depan kami. Ia lelaki penyabar dan mau menurunkan egonya demi aku.

Manusia selalu menginginkan kehidupan tenang dan adem ayem. Namun, Tuhan selalu memiliki jawaban lain. Kamu tiba-tiba saja datang ke kehidupanku lagi. Maaf, rasaku masih sama dengan terakhir kali kita berkomunikasi. Rasa sakitnya belum hilang, meski aku tidak sedikit pun membencimu. Temanku bercerita, bahwa calonmu yang kemarin sudah menikah dua bulan yang lalu dengan lelaki pilihan ibunya, bukan kamu. Kalian tidak berjodoh karena adat dan jarak yang berbeda.

Aku sama sekali tak peduli sampai temanku mengatakan bahwa kamu mulai menjadikanku pilihan paling utama dan satu-satunya. Terlambat, mas. Aku sudah memutuskan untuk terus berjalan bergandengan tangan dengan lelaki hitam manis yang mengalihkan duniaku dengan senyumnya.

Maaf, aku bukan ban serep atau “plan B” yang siap dijalankan setelah gagal dengan “plan A”. Seharusnya kamu bisa lebih tegas dengan hidupmu. Seharusnya kamu berpikir jauh lebih panjang lagi sebelum bertindak. Jangan terlalu terburu-buru, karena denganku pun semuanya tidak bisa terburu-buru.


Friday, October 9, 2015

Kebetulan Itu Tak Pernah Ada

Apakah segala sesuatu yang terjadi di dunia ini kebetulan semata? Saya dengan percaya diri menjawab: "Tidak ada yang namanya kebutulan di dunia ini". Ya, semuanya sudah diatur, sudah direncanakan. Sudah menjadi takdir dari Tuhan. Percayakah kalian pada takdir?
Menurut KBBI tak·dir (n) ketetapan Tuhan; ketentuan Tuhan; nasib:
Dewasa ini, manusia tidak terlepas dari pengaruh gadget dan media sosial. Pernahkah kalian memerhatikan status update, recent update, atau foto yang diupload dua orang yang tidak saling mengenal tapi saling berkaitan? Awalnya, saya mengumpulkan capture/screenshot untuk sekedar iseng. Namun, ternyata setelah saya lihat saya memiliki cukup banyak bukti tentang kemiripan-kemiripan itu.

Status whatsapp saya dan dua teman saya yang dibuat secara tidak sengaja dan dalam waktu yang berbeda

PM teman saya yang tidak saling mengenal

Hari kebalikan

SIBUK itu gak ada :D

Tanggal yang sama. Ciyeee ngikutin, ya?

Jatuh cinta :)

Balon warna-warni, banyak, tapi tidak saling kenal.

sticker SAHUR

Ketika komen status terlalu mainstream
Gambar-gambar di atas hanya 10 dari sekian milyar yang menurut kalian sebuah kebetulan, tapi takdir bagi saya. Bayangkan betapa hebatnya Kuasa Tuhan dalam mengatur semuanya. Bukan hanya satu atau dua orang, satu atua dua negera, tapi seluruh umat manusia takdirnya sudah ditentukan. Bukankah Tuhan Maha Kreatif dan Maha Baik.
So, semoga kalian lebih bisa menghargai hidup kalian dengan bersyukur. Keep optimist. :)